Debu
di gudang membuatmu terbatuk. Kenangan di hati kerap menjadikanmu terantuk.
Kamu punya daftar benda-benda yang
tua, yang rongsok, yang kamu kira sudah tak berguna lagi saat ini, yang akan
terlupa, dan membuangnya ke gudang – sembarang arah, melemparnya begitu saja.
Tapi, pilihannya adalah menggudangkannya, bukan menjadikannya sampah di pinggir
jalan atau tong-tong berbau busuk. Bahkan, dari gudang, pilihannya bukan pada
gerobak sampah – melainkan toko loak, karena yang dijaga dalam gudang
setidaknya punya nilai-nilai yang lain. Dan, kita berdua sadar, itu cara yang
sama memperlakukan kenangan.
Benda-benda
saling beradu siapa paling sepuh di gudang. Ingatan-ingatan saling bertemu
siapa paling rapuh di liang luka.
Kamu diam-diam punya senarai
kenangan yang purba, yang membuat hati ringsek, yang kamu rasa harusnya
ditepikan dibanding mati terlimbur terlalu dalam olehnya, dan kamu menyapunya
ke ruang paling hitam dan sepi – berharap ia mati oleh gelap dan dicekik sunyi,
seperti sifatnya gudang. Ia menampung tempat debu saling berjejal, dan hewan
kecil malam membangun keluarga – ada gudang kecil yang disiapkan hatimu untuk benda
bernama kenangan ini. Kamu menaruhnya di gudang, karena tahu, suatu saat kamu
akan membutuhkannya – seburuk dan serusak apapun benda itu, kamu hanya tak tahu
pasti kapan harus mengambil dan menggunakannya lagi. Tapi yang penting, betapa
luka dan lebam yang dimilikinya, ia tetap pernah mendaraskan cinta. Betapa tua
dan kuno benda di gudang, ia tetap pernah berguna dan meninggalkan cerita.
Kenangan
adalah ingatan yang basahnya begitu purnama. Gudang adalah tempat yang berusaha
mengeringkannya.
Buat kamu di sana, terkadang aku
ingin menanyakan koleksi benda apa yang kamu miliki di gudang. Mungkin saja ia
bisa menunjukkan padaku pertanda kenangan seperti apa yang ingin kamu simpan.
Penulis : Veronica Gabriella
Sumber : http://obamae.blogspot.com/