I'll dissolve when the rain pours in |
Namun, dalam sekap ketidak-mungkinan
yang ada, aku masih menunggu. Walau kutahu menunggumu seperti berusaha menggapi
bintang jatuh; terasa nyata, tapi hanya sebuah ilusi semata. Tanya kembali
menyelinap di relung kalbu; akankah rasa ini akan lesap bersama hujan yang usai
senja ini? Ataukah akan lenyap bersamaan habisnya cangkir teh hangat yang kamu
sesap? Tak ada jawab, hanya tanya yang menggantung di udara. Menyisa luka.
Tapi, sekali lagi, aku tak pernah lelah.
Potong kenangan tergantung di ruang
pikirku. Aku menyadari, kenangan mana yang kumaksud? Bukankah cinta kita hanya
sebatas
sapaan hello dan sekedar ucapan hati-hati? Bagaimana kenangan bisa terasa begitu ranum di kalbu dan sukmaku ketika tak ada waktu nyata yang kita habiskan bersama? Teringat rasa ini hanya milikku; sebagai rasa yang tak terucap. Terselip dalam diam. Tersamarkan di cengkerama bisu antara hujan dan teh hangat. Lalu, sekali lagi, kenangan pada jejak waktu yang mana?
sapaan hello dan sekedar ucapan hati-hati? Bagaimana kenangan bisa terasa begitu ranum di kalbu dan sukmaku ketika tak ada waktu nyata yang kita habiskan bersama? Teringat rasa ini hanya milikku; sebagai rasa yang tak terucap. Terselip dalam diam. Tersamarkan di cengkerama bisu antara hujan dan teh hangat. Lalu, sekali lagi, kenangan pada jejak waktu yang mana?
Kesadaranku kembali pada aku yang mengantuk
di pojok bangku mobil. Aku menjejalkan earphone di kedua telingaku, lagu-lagu
yang memutar memori silam mulai melantun. Arah pandaku seketika terlempar ke
luar jendela. Bayangmu bergerak cepat di antara lalu lalang kendaraan. Dalam
ramai, aku menemukanmu. Dalam sibuk, aku mengingatmu. Dalam luka, aku mencintaimu.
Itu kenangan yang paling ranum; mencintaimu.
Penulis : Veronica Gabriella
Sumber : http://obamae.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar